Wakil Gubernur DIY Terima Laporan Perkembangan Indikator Kependudukan Dari Deputi Pengendalian Penduduk BKKBN

YOGYAKARTA – Deputi Pengendalian Penduduk BKKBN Bonivasius Prasetyo Ichtiarso dan Kepala Perwakilan BKKBN DIY Shodiqin menghadap Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X di ruang kerjanya, Selasa (21/2). Wakil Gubernur didampingi Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Erlina.

Pada kesempatan ini Bonivasius melaporkan perkembangan indikator kependudukan berdasarkan hasil survey SSGI maupun survey Long Form SP2020 yang keduanya dilaksanakan tahun 2022 lalu. Berdasarkan kedua survey tersebut perkembangan kependudukan DIY selama tahun 2020 menunjukan perkembangan yang bagus yang mengindikasikan tercapainya penduduk tumbuh seimbang. TFR (angka kelahiran total) DIY sebesar 1,89 sudah di bawah rata-rata nasional 2,18 (target TFR nasional 2,1). Sedangkan ASFR (angka kelahiran kelompok umur tertentu) menunjukkan bahwa kelahiran (dan perkawinan) usia dini sudah rendah. Prevalensi stunting juga menurun dari 17,3% menjadi 16,4% dan semakin mendekati target 14%.

Yang perlu diperhatikan adalah disparitas antar kabupaten/kota. Sebagai contoh prevalensi stunting tingkat kabupaten/kota terendah Kota Yogyakarta (13,8%) dibandingkan Kabupaten Gunungkidul sebesar 23,5%, yang jika dilihat per kapanewon tentu disparaitas akan lebih besar lagi sehingga kebijakan yang diterapkan tidak harus sama antar wilayah satu dengan wilayah lainnya.

Menanggapi hal tersebut Wakil Gubernur yang juga Ketua Tim Pecepatan Penurunan Stunting (TPPS) DIY menegaskan bahwa kunci bagi keberhasilan program adalah partisipasi.
“Bagaimana warga tidak merasa menjadi obyek, tapi menjadi subyek atau pelaku program pembangunan” demikian dikatakan Wakil Gubernur. Sri Paduka Paku Alam X menyarankan pengampu program untuk mencari tahu apa yang dibutuhkan masyarakat, karena apa yang dirancang di atas meja atau yang menurut pemilik program baik, mungkin memang baik tetapi belum tentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Selanjutnya masih menurut Wakil Gubernur, pelibatan masyarakat mutlak diperlukan. Masyarakat harus menjadi pelaku, bukan sekedar penonton dan penikmat agar timbul rasa turut memiliki.

Dalam audiensi ini Kepala DP3AP2KB Erlina menambahkan perlunya pengintegrasian atau kolaborasi program-program yang menyasar kalurahan agar tidak setiap sektor bergerak sendiri. Program Kampung Keluarga Berkualitas yang terakhir dikuatkan regulasinya dengan Inpres 3/2022 tentang Optimalisasi Penyelenggaraan Kampung Keluarga Berkualitas bisa dikolaborasikan Desa Mandiri Budaya yang dibentuk oleh Pemda DIY.
“Budaya dalam Mandiri Budaya jangan hanya dipersempit sebagai seni budaya saja, melainkan meliputi juga budaya hidup sehat, budaya tertib, dan sebagainya” tambah Wakil Gubernur.
Saat ini sudah terbentuk 25 Desa Mandiri Budaya di DIY. Erlina menambahkan bahwa Desa Mandiri Budaya merupakan tahap maju dari Desa Prima, yang mempunyai tujuan seperti juga Kampung Keluarga Berkualitas.

Sementara itu Kepala Perwakilan BKKBN Shodiqin melaporkan kesiapan penyelenggaraan Rapat Kerja Daerah Program Banggakencana yang merupakan tindak lanjut Rapat Kerja Nasional yang dibuka Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. Shodiqin memohon kesediaan Wakil Gubernur untuk membuka Rakerda tersebut, yang direncanakan akan berlangsung pada tanggal 28 Februari mendatang.

Di akhir audiensi dengan disaksikan Deputi Pengendalian Penduduk, Kepala Perwakilan BKKBN DIY selaku Sekretaris TPPS menyerahkan Laporan Tahunan Tim Percepatan Penurunan Stunting Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2022 kepada Wakil Gubernur selaku Ketua TPPS DIY.

Selanjutnya dalam kesempatan terpisah saat diwawancara media Bonivasius menyampaikan tolok ukur keberhasilan Kampung Keluarga Berkualitas yang sangat banyak itemnya karena merupakan garapan lintas sektor, pada hakekatnya dapat disederhanakan menjadi 5 indikator utama yaitu terkait dengan prevalensi stunting, tingkat kemiskinan ekstrem, kesertaan KB, kepemilikan dokumen kependudukan, dan angka perceraian yang rendah. Hal ini dimaksudkan agar pengelola Kampung KB tidak terlalu banyak melakukan pengumpulan indikator dan melah melupakan eksekusi program. (DSY)

Post Terkait