Stunting Tak Identik Kemiskinan, Pola Asuh Dan Pola Makan Lebih Berperan Sebagai Penyebab

SLEMAN – Kemiskinan ternyata tidak berkorelasi langsung dengan tingginya angka stunting. Kasus stunting di Kabupaten Sleman ternyata kebanyakan terjadi pada keluarga yang tergolong tidak miskin sebanyak 95% kasus dan hanya 5% terjadi pada keluarga miskin. Data BPS menunjukkan, persentase penduduk Sleman yang berada di bawah garis kemiskinan tahun 2023 sebesar 7,52%. Sedangkan anak stunting yang berasal dari keluarga miskin hanya 5% saja dari total anak stunting di Sleman, sementara sisanya berasal dari keluarga yang tidak masuk kategori miskin. Dengan demikian terbukti kasus stunting tidak identik dengan kemiskinan.

Hal tersebut diungkapkan Kepala DP3AP2KB Kabupaten Sleman Wildan Solichin dalam Sosialisasi dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Program Bangga Kencana di Kantor Kalurahan Sumbersari, Moyudan, Sleman, pada hari Selasa (14/5/2024). Hadir dalam kegiatan ini anggota DPR RI dari Komisi IX H. Sukamto dan Ewang Sewoko dari Perwakilan BKKBN DIY.

“Artinya penyebab stunting justru karena pola makan dan pola asuh yang tidak sesuai. Bukan karena orangtuanya miskin,” kata Wildan dalam sambutannya. Pola asuh dan pola makan lebih berpengaruh terhadap jumlah anak stunting. Ditambahkan Wildan, 64 persen anak stunting tinggal dalam keluarga dengan perokok di dalamnya. Namun sayangnya, negara tidak bisa melarang orang untuk merokok. Yang bisa dilakukan hanyalah himbauan agar para perokok menjadi perokok yang bertanggung jawab yakni hindari merokok di dekat ibu hamil, bayi atau anak kecil, ungkap Wildan pada acara yang diselenggarakan atas kerjasama BKKBN dengan Komisi IX DPR RI tersebut.

Oleh karena itu, sambung Wildan Pemerintah Kabupaten Sleman tak henti-hentinya menghimbau kepada masyarakat melalui kerjasama berbagai pihak terkait hal-hal tersebut untuk mempercepat penurunan angka stunting di kabupaten Sleman dan hasilnya dalam tiga tahun ke belakang, berkat keterlibatan semua pihak angka stunting di Kabupaten Sleman mengalami penurunan. Pada 2021 angka stunting mencapai 16 persen, tahun 2022 sebesar 15 persen. Kemudian tahun 2023, angka tersebut turun hingga 12,40 persen. Namun walaupun capaian sudah dibawah target Nasional, hendaknya jangan puas dengan hasil tersebut, target kita adalah bagaimana Kabupaten Sleman menjadi wilayah dengan angka Zero Stunting, tandasnya.

 

Sementara itu Widyaiswara BKKBN Afif Miftahul Majid selaku perwakilan dari BKKBN Pusat menegaskan, bahwa BKKBN telah melakukan upaya ekstra untuk menekan angka stunting, yang dimulai dari level bawah. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya gizi yang seimbang, dan perawatan yang baik bagi pertumbuhan anak.

Pada sesi terakhir Ewang Sewoko yang hadir mewakili Kepala Perwakilan BKKBN DIY menyampaikan bahwa intervensi pencegahan stunting harus dimulai dari calon pengantin terutama bagi pengantin putri harus terhindar dari anemia dan langkahnya yang pertama harus rutin minum tablet penambah darah dimana HB jangan sampai kurang dari 11,5 dan lingkar lengan atas minimal 23,5 cm.

Selanjutnya ibu hamil selama dalam masa kehamilannya harus terpenuhi asupan gizi yang cukup dan seimbang serta periksa ke dokter minimal 6 kali untuk mendeteksi kondisi janin. Setelah melahirkan diharapkan segera menggunakan alkon untuk mencegah kehamilan dalam waktu dekat sehingga dalam satu keluarga tidak mengasuh dua anak balita dan supaya ibu bisa fokus mengurus anak balita tersebut.

Meski masa bakti sebagai anggota DPR RI Komisi IX hampir berakhir, Sukamto yang terpilih dari Dapil DIY ini tetap terlihat bersemangat bersama BKKBN turun ke lapangan mengkampanyekan program KB dan penurunan stunting. Kegiatan Sosialisasi tersebut dihadiri oleh 200 peserta yang terdiri dari Tim Pendamping Keluarga (TPK), Kader Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP), Kelompok PIK remaja, Ibu hamil/menyusui, Pasangan Usia Subur, Calon Peserta KB dan Calon Pengantin.

Post Terkait