YOGYAKARTA—Di antara seluruh negara di dunia, Indonesia yang paling besar menggunakan anggran untuk alat kontrasepsi. Sebesar 70% alat kontrasepsi yang digunakan masyarakat dibeli dengan anggaran pemerintah, sedangkan sisanya masyarakat membelinya secara mandiri. Hal ini tentunya makin lama makin memberatkan keuangan negara.
Oleh karena itu Kepala BKKBN RI dokter Hasto mewanti-wanti para Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi dalam merencanakan kebutuhan dan pengadaan mengutamakan alat kontrasepsi jangka panjang (IUD dan Implant) dibanding alat kontrasepsi lainnya seperti kondom, pil, dan suntik.
“Saya yakin apabila alkon yang disediakan negara habis masyarakat pengguna suntik dan pil tetap akan menggunakan dengan membeli secara mandiri karena harganya terjangkau,” ujar dokter Hasto di depan para pengelola ketersediaan alat kontrasepsi seluruh Perwakilan BKKBN Provinsi yang bertemu di Hotel Cavinton Yogyakarta selama tiga hari mulai Minggu (11/08/2024). Maka dalam perencanaan kebutuhan pengadaan para Kepala Perwakilan harus mengutamakan ketersediaan alat kontrasepsi jangka panjang. Pertemuan ini juga diikuti peserta di provinsi secara daring. Sebanyak 26 Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi hadir secara luring di Yogyakarta.
Selain rapat kerja tentang perencanaan pegadaan alat kontrasepsi, peserta juga akan berdiskusi dan membahas peningkatan pelayanan dan kesertaan KB di wilayah khusus. Terkait kesertaan KB di wilayah khusus ini doker Hasto berpesan agar para Kepala Perwakilan memperluas pemaknaan wilayah khusus.
”Wilayah khusus tidak semata terbatas pada daerah tertinggal, terpencil, dan sulit perbatasan (Galcitas) saja. Sejumlah daerah tidak ada galcitas. Maka wilayah khusus juga harus dimaknai sebagai daerah dengan capaian rendah, karena MCPR rendah tapi unmet need dan TFR tinggi,” ungkap dokter Hasto. Dalam bahasa sederhana, wilayah yang KBnya rendah dan anaknya banyak. “Itu yang harus diprioritaskan sebagai wilayah khusus,” imbuh dokter Hasto.
MCPR adalah Modern Contraceptive Prevalence Rate atau tingkat penggunaan alat kontrasepsi modern/bukan alamiah. Sedangkan unmet need adalah kondisi pasangan usia subur yang seharusnya berKB tetapi tidak menggunakan alat kontrasepsi, dan TFR (Total Fertiliti Rate) atau angka kelahiran angka yang menunjukkan rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh perempuan selama masa suburnya.
Sebelumnya, Kepala Perwakilan BKKBN DIY dalam sambutan selamat datangnya DIY hanya memiliki satu wilayah khusus dengan kategori miskin perkotaan di kota Yogyakarta. Selain itu, tidak ada kabupaten/kota di DIY yang termasuk wilayah khusus seperti wilayah dengan kesertaan KB rendah, kabupaten wilayah tertinggal, wilayah pulau terluar, wilayah kawasan transmigrasi, maupun wilayah perbatasan. Secara geografis seluruh wilayah di DIY sudah terjangkau dengan program pelayanan KB, sehingga wilayah yang perlu perhatian khusus di DIY adalah wilayah dengan unmet need tinggi dan MCPR rendah.
Berkenaan dengan target TFR ideal 2,1 yang saat ini capaian nasional sudah mendekati pada angka 2,14 Deputi KBKR Wahidin yang hadir turut memberikan arahan menyampaikan bahwa permasalahan yang dihadapi saat ini adalah terkait disparitas yang tinggi antar provinsi dan kabupaten/kota.
“Hanya 19,5% kabupaten/kota yang telah mencapai TFR 2,1 atau kurang. Sedangkan 51,4% wilayah TFRnya masih tinggi, di atas 2,4” demikian Wahidin menggambarkan tingginya disparitas tersebut. Maka kebijakan yang diambil harus dibedakan. Untuk wilayah dengan TFR rendah seperti DIY dengan TFR 1,81 atau rata-rata wanita melahirkan kurang dari dua anak, penggunaan kontrasepsi tetap harus didorong dengan fokus untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan, bukan semata untuk menurunkan tingkat kelahiran.
Review Program Peningkatan Pelayanan dan Kesertaan KB Wilayah Khusus serta Konsolidasi kuantifikas Alokon ini diselenggarakan selama tiga hari ini selain diikuti peserta dari Perwakilan BKKBN Provinsi juga diikuti pula oleh peserta dari Organisasi Perangkat Daerah Provinsi yang membidangi KB. Diharapkan gerak langkah BKKBN provinsi dalam mengejar capaian program makin selaras dengan kebijakan pemerintah daerah.
Penulis : FX Danarto SY