Rembuk Stunting Bahas Prevalensi Gunungkidul Turun Tapi Masih Tertinggi se-DIY

YOGYAKARTA – Kinerja Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Gunungkidul patut dipuji karena berhasil menjadi satu diantara dua kabupaten di DIY yang prevalensi (angka) stuntingnya turun sedangkan yang lainnya naik (hasil Survei Kesehatan Indonesia 2023). Namun di sisi lain Pemerintah Kabupaten dan semua stake holders harus lebih giat berupaya karena angka stunting Gunungkidul masih menjadi yang tertinggi di DIY.

 

Menurut hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) yang belum lama dirilis, hanya Gunungkidul dan Sleman yang angka selama 2023 angka stuntingnya turun dari 23,5% menjadi 22,2% (Gunungkidul) dan dari 15,0 menjadi 12,4% (Sleman). Sedangkan lainnya naik sehingga secara keseluruhan angka stunting DIY naik 16,4% menjadi 18,0%.

 

Hal tersebut menjadi topik yang dibahas dalam Rembuk Stunting tingkat Kabupaten yang diselenggarakan di BMT Dana Insani yang terletak di Jalan Tentara Pelajar, Kepek Wonosari, Kamis (02/05/2024). Rembuk Stunting dilakukan pemerintah kabupaten/kota untuk memastikan pelaksanaan rencana kegiatan intervensi pencegahan stunting yang dilakukan secara bersama-sama antara organisasi perangkat daerah (OPD) penanggung jawab layanan masyarakat dengan sektor atau lembaga non-pemerintah dan masyarakat. Rembuk stunting dilaksanakan berjenjang dari rembuk tingkat desa, kecamatan, kabupaten, hingga provinsi.

 

Bupati Gunungkidul Sunaryanta yang membuka acara ini menyakini bahwa turunnya angka stunting tidak lepas dari edukasi yang terus menerus kepada masyarakat yang dilalukan oleh OPD yang terlibat penanganan stunting.

 

“Dalam setiap pembicaraan di ruang-ruang publik, ini (edukasi stunting) harus selalu ditekankan” ungkap Sunaryanta. Hal ini harus terus diintensifkan. Sunaryanta mencontohkan dalam pelaksanaan akad perkawinan, petugas atau pemuka agama yang berwenang menikahkan juga harus turut memberikan edukasi stunting. Menurutnya dalam momen penting seperti prosesi perkawinan, pesan pencegahan stunting akan lebih diperhatikan oleh para calon pengantin.

 

Setelah bupati memberikan arahan dilanjutkan dengan deklarasi bersama komitmen mengentaskan masalah stunting yang ditandatangani dalam banner besar oleh sejumlah OPD dan mitra kerja dan unsur masyarakat terkait. Deklarasi ini memperkuat komitmen NANTING SIHENI DALMASI yang merupakan akronim dari Penanggulangan Stunting dengan Konsumsi Protein Hewani Dalam Makanan Pendamping ASI.

 

Dalam diskusi panel yang dilaksanakan setelah deklarasi, Kepala Perwakilan BKKBN DIY Andi Ritamariani menekankan pentingnya pemetaan sasaran intervensi, baik intervensi spesifik maupun intervensi sensitif yang mempengaruhi kondisi stunting. Ditambahkannya bahwa saat ini sedang dilakukan proses pembaharuan data keluarga resiko stunting. Tahun lalu di Gunungkidul berdasarkan hasil Pendataan Keluarga diketahui jumlah keluarga resiko stunting sejumlah 26,731 KK. Tidak lama lagi proses pembaruan data dengan Verifikasi dan Validasi (Verfal) yang sedang berjalan akan menghasilkan data terbaru yang harus segera dipetakan oleh pelaksana di lapangan sebagai sasaran kerja yang terinci by name by addressnya.

Dalam diskusi panel terungkap dari materi DPMKP2KB Gunungkidul bahwa hanya tujuh kalurahan 4,86% saja yang telah benar-benar bebas stunting. Sedangkan lainnya masih terdapat stunting dengan persentase yang berbeda-beda. Bappeda dan Dinas Kesehatan juga turut menyampaikan materi untuk dibahas.

 

Terungkap bahwa metode lain dalam memperoleh angka stunting selain hasil SKI, misalnya data yang dikumpulkan dan disajikan melalui ePPGBM atau Aplikasi elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat.

 

Jika SKI merupakan pengukuran secara sampling (namun dengan standar akurasi pengukuran yang tinggi oleh surveyor terlatih dan peralatan standar), maka data ePPGBM berasal dari pengukuran oleh petugas di Posyandu dan Puskesmas atau faskes lainnya terhadap setiap balita yang rutin datang untuk pemeriksaan. Menurut data ini, stunting Gunungkidul tercatat lebih rendah, yaitu 19,7% yang didapatkan pengukuran balita sejumlah 12.917 anak (62,3% dari seluruh balita). Persentase keterukuran balita yang masih jauh di bawah 95% serta cara pengukuran dan alat yang digunakan untuk mengukur yang belum terstandar pada semua Posyandu menyebabkan data ePPGBM belum dapat digunakan sebagai acuan.

 

Wakil Bupati Gunungkidul Heri Susanto yang juga Ketua TPPS dalam pesan penutupannya mengajak untuk menyelamatkan generasi yang akan datang agar dapat mewujudkan Indonesia Emas.

 

“Ini generasi yang harus kita selamatkan kalau kita tidak ingin ninggali wisa (mewariskan bisa/racun). Kalau kita meninggalkan banyak anak stunting maka pemerintah yang akan datang dipastikan akan harus mengalokasikan bertrilyun rupiah dari total APBD untuk mengatasi dampak tingginhya angka stunting.

 

Selain para pimpinan OPD dan mitra kerja terkait, dari tiap kapanewon hadir para kepala Puskesmas, Ketua TPPPS Kapanewon, serta Koordinator Penyuluh KB. Lebih dari 100 orang mengahadiri Rembuk Stunting ini.

Post Terkait