YOGYAKARTA — Jika orang tua dengan kondisi fisik yang normal saja menemui kesulitan mengasuh anak dengan baik, maka penyandang disabilitas tentu mengalami tingkat kesulitan yang lebih tinggi lagi. Berangkat dari pemikiran ini Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN melalui Kantor Perwakilannya di DIY menyelenggarkan Seminar Pengasuhan Anak khusus bagi orang tua penyandang disabilitas, Sabtu (26/07/2025) bertempat di Ruang Widya kantor tersebut di Jalan Kenari Timoho Yogyakarta.
Orang tua normal yang memiliki anak disabilitas tentu harus mencurahkan perhatian dan usaha yang ekstra dalam pengasuhan anak dibanding mereka yang anaknya normal. Kesulitan mengasuh anak juga dirasakan oleh orang tua disabilitas yang memiliki anak normal. Kondisi disabilitas menyebabkan mereka tidak bisa melakukan pendampingan terhadap sang anak yang normal seintensif orang tua normal. Bagaimana jika kedua orang tua merupakan penyandang disabilitas sedangkan sang anak juga terlahir dengan kondisi disabilitas? Tentu kesulitan yang dihadapi lebih besar lagi.

Pasangan suami istri (pasutri) Yudi Widiono dan Ana Munjayana keduanya adalah penyandang tunanetra sejak lahir. Mereka bertemu pertama kali saat bersekolah di Madrasah Aliyah (setingkat SMA) Umum, setelah sebelumnya menamatkan Sekolah Luar Biasa tingkat SD dan SMP. Kesamaan dalam hal disabilitas mereka berdua di tengah siswa-siswi normal lainnya membuat keduanya akrab dan menumbuhkan perasaan cinta yang berlanjut hingga jenjang perkawinan setelah menamatkan sekolah. Yudi dan Ana mengaku saat memutuskan untuk menikah tidak punya pikiran tentang kemungkinan anak mereka akan terlahir dengan kondisi tunanetra seperti mereka.
“Sepanjang yang kami jumpai, tunanetra yang menikah dengan sesama tunanetra tidak ada yang memiliki anak tunanetra, jadi kami tidak berpikir ke arah sana” ujar Yudi. Namun semesta menakdirkan anak semata wayang mereka, Viola Wening, terlahir 7 tahun silam tanpa mampu melihat terang dan keindahan dunia. Pasangan yang tinggal di daerah Gedongkuning Kota Yogyakarta ini beruntung mendapatkan dukungan dari kerabat dan masyarakat lingkungan sekitar mereka yang masih tinggi jiwa sosialnya.

Viola yang tunanetra meski diasuh kedua orang tua yang juga tunanetra tumbuh sebagai anak yang ceria dan tidak minder. Pendidikan di Sekolah Luar Biasa, teman-teman sesama disabilitas di sekolah, dan guru-guru yang penuh dedikasi dalam mengajar membuat Viola dapat mengembangkan diri secara optimal. Sepanjang wawancara keluarga Yudi dan Ana, Viola justru banyak bertanya kepada reporter Warta BKKBN DIY.
Apakah seorang anak dari pasangan suami istri yang keduanya tunanetra atau buta sejak lahir akan terlahir buta tergantung pada penyebab kebutaan orang tua. Jika kebutaan kedua orang tua disebabkan oleh kelainan genetik resesif (seperti Amaurosis Kongenital Leber atau Retinitis Pigmentosa resesif), maka setiap anak memiliki peluang 25% untuk buta, 50% menjadi pembawa gen, dan 25% sehat.
Namun, jika kedua orang tua memiliki mutasi genetik yang sama dan dominan, risiko anak buta bisa mencapai 50–100% tergantung pola pewarisan. Lain halnya jika kebutaan orang tua disebabkan oleh faktor non-genetik (misalnya infeksi, trauma lahir, atau kecelakaan), maka risiko anak terlahir buta sangat kecil, sama seperti pasangan normal.
Namun tidak setiap pasangan yang salah satu atau keduanya menyandang disabilitas seberuntung Yudi dan Ana dalam mengasuh anak mereka. Tumbuh kembang anak yang terhambat karena kurang baiknya pengasuhan menjadi permasalahan bagi pasangan disabilitas. Perwakilan BKKBN DIY sangat menyadari hal tersebut. Maka ketika Pengurus Wilayah Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan audiensi dengan Kepala Perwakilan, Tim Kerja Perwakilan BKKBN DIY yang terkait segera menindaklanjuti dengan merencanakan Seminar Pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan bagi Keluarga Tunanetra.

Berfokus pada pencegahan stunting dan peningkatan peran ayah dalam pengasuhan anak, seminar edukatif ini dibuka oleh Sekretaris Perwakilan BKKBN DIY Rohdhiana Sumariati dan menghadirkan narasumber dokter Novri Kusuma Jati dari Komunitas Si Anak Hebat serta Kurnia Irvyanti S.Psi., MA dan Dessy Phawestrina SE, M.Sc., keduanya dari Perwakilan BKKBN DIY. Selain para orang tua tunanetra, seminar diikuti pula oleh orang tua (normal) dengan anggota keluarga tunanetra, serta para relawan pendamping yang merupakan mitra ITMI DIY.
Yudi dan Ana serta para peserta seminar lainnya merasa berterima kasih atas kepedulian BKKBN DIY dengan terselenggaranya kegiatan edukasi ini.
“Walau sebenarnya terlambat bagi kami karena anak saya sudah 7 tahun, namun tekait stunting sangat berguna bagi teman-teman lain yang berencana punya anak maupun beberapa yang berencana menikah” pungkas Yudi. (*)
Penulis : FX Danarto SY