YOGYAKARTA — Sebagaimana diketahui, strategi pencegahan stunting dilakukan secara multi sektor. Walaupun memang stunting secara definisi adalah kondisi gizi buruk yang berlangsung lama sehingga menyebabkan gangguan tumbuh kembang anak, namun penyebab gizi buruk tersebut sangat beragam. Faktor kemiskinan paling sering dituding sebagai penyebabnya, namun bukan satu-satunya. Pola asuh yang salah, sarana prasarana kesehatan dan sanitasi serta higienitas masyarakat yang buruk juga turut berpengaruh, sehingga penanganannya harus multi sektor.
Selain pendekatan multi sektor, tidak kalah penting dalam pencegahan stunting adalah pendekatan berbasis mayarakat (community based). Pencegahan stunting membutuhkan keterlibatan segenap eleman masyarakat sampai level terbawah (lini lapangan). Maka tepat bila Tim Percepatan Penurunan Stunting Nasional dalam salah satu strateginya mendorong pembentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) sampai level desa/kalurahan. Satu Tim terdiri dari tiga anggota dari unsur bidan/tenaga medis yang ada di desa, Kader PKK, dan Kader KB. Dalam satu desa bisa dibentuk lebih dari satu TPK tergantung luas dan jumlah penduduknya.
Secara nasional telah terbentuk lebih dari 200 ribu Tim dengan anggota lebih dari 600 ribu orang. Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah terbentuk 1.852 TPK dengan anggota sebanyak 5.556 orang. Pembentukan TPK ini sejalan dengan Peraturan Presiden RI No. 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Salah satu prioritas kegiatan yang termuat dalam Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) adalah pelaksanaan pendampingan keluarga berisiko stunting, pendampingan semua calon pengantin/calon Pasangan Usia Subur (PUS) dan surveilans keluarga berisiko stunting.
Guna menjadi pendamping keluarga yang kompeten, TPK harus mendapatkan update pengetahuan baik terkait stunting maupun langkah yang harus mereka lakukan untuk menurunkan stunting. Update pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui peningkatan Orientasi bagi TPK Tahun 2024. Kegiatan peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan bagi TPK, secara berjenjang akan diawali dengan Training of Trainer (ToT) Nasional yang diselenggarakan oleh Pusdiklat KKB BKKBN untuk diikuti Fasilitator Tingkat Provinsi kemudian dilanjutkan dengan Training of Facilitator (ToF) tingkat provinsi untuk diikuti fasilitator kabubapen/ kota yang diselenggarakan oleh Perwakilan BKKBN Provinsi DIY yang kemudian bermuara pada Orientasi TPK yang akan diselenggarakan di tiap kapanewon/kemantren.
Perwakilan BKKBN D.I.Yogyakarta telah berhasil melatih seluruh 5.556 anggota TPK melalui orientasi yang diselenggarakan sebanyak 111 angkatan pada Februari hingga Maret 2024 yang lalu, dan penyelenggaraannya tersebar di kapanewon dan kemantren di seluruh DIY. Kader sebanyak 5.556 orang ini diharapkan dapat mendukung terwujudnya target prevalensi stunting pada RPJMN 2020-2024 hingga 14%. Jumlah sebaran TPK yang dilatih di Kabupaten Bantul terdiri dari 406 TPK dengan jumlah kader 1.218, Kabupaten Sleman 696 TPK (2.088 anggota). Sedangkan di kabupaten Gunungkidul terdapat 356 TPK dengan kader yang dilatih sejumlah 1.068 dan di Kulon Progo dengan TPK 229 dan dan 687 jumlah kadernya. Sedangkan di wilayah kota Yogyakarta TPK yang dilatih sejumlah 165 dan kadernya 495.
Orientasi ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan TPK dalam melaksanakan tugas dan peran pendampingan kepada keluarga beresiko stunting. Setelah mengikuti kegiatan orientasi diharapkan kader TPK dapat melaksanakan Mekanisme Alur Pendampingan Tim Pendamping Keluarga, terampil dalam pelaksanaan Pemutakhiran Data Sasaran Keluarga Beresiko Stunting serta terampil dalam menggunakan Aplikasi ELSIMIL (Sistem Elektronik Siap Nikah Siap Hamil) untuk mendukung Program Percepatan Penurunan Stunting pada wilayah kerjanya.
Kepala Perwakilan BKKBN Daerah Istimewa Yogyakarta, Dra. Andi Ritamariani, M.Pd berpesan kepada seluruh kader TPK untuk memastikan seluruh keluarga beresiko stunting dapat terdampingi. TPK menjadi salah satu strategi percepatan penurunan stunting dengan menggunakan pendekatan keluarga melalui pendampingan keluarga beresiko stunting untuk mencapai target sasaran, yakni calon pengantin (catin)/calon pasangan usia subur (PUS), ibu hamil dan menyusui sampai dengan paska salin, dan anak 0 — 59 bulan.
Diharapkan sinergi anggota TPK yang terdiri dari tiga komponen yaitu bidan, kader Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) serta kader Keluarga Berencana (KB) dapat menekan stunting di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada periode 2018-2022, prevalensi stunting di DIY terus menurun dari 21,46% menjadi 16,4%.
Penulis : Fransiska Yuli
Editor : Dewi Setyarum