SLEMAN – Kasus stunting di Kabupaten Sleman, ternyata kebanyakan terjadi pada keluarga yang tergolong tidak miskin sebanyak 95 persen kasus dan hanya 5 persen terjadi pada keluarga miskin. Dengan demikian terbukti kasus stunting tidak identik dengan kemiskinan. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinas P3AP2KB) Kabupaten Sleman, Wildan Solichin, pada acara Sosialisasi dan KIE Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, Keluarga Berencana Bersama Mitra Kerja Minggu (21/1/2024), di Kalurahan Sinduadi, Mlati, Sleman.
Fakta tersebut sambung Wildan, diperoleh setelah pihaknya melakukan evaluasi di 17 Kapanewon di Sleman dengan menghadirkan 86 TPPS Kalurahan untuk mengevaluasi penanganan stunting di wilayah kalurahan masing-masing dan berhasil diidentifikasi bahwa faktor yang paling banyak mempengaruhi kondisi stunting di Sleman adalah karena pola asuh dan pola makan. Seperti yang ditemukan di Kapanewon Minggir yang terkenal sebagai penghasil beras namun angka stuntingnya tertinggi dikarenakan kurangnya perhatian terhadap pola makan dan pola asuh anak akibat orangtua sibuk bekerja dan pengasuhan anak diserahkan kepada pembantu rumah tangga atau kakek/neneknya yang tidak paham pola makan sehat. Akibatnya, pertumbuhan anak terhambat.
Sementara itu Inspektur Utama (Irtama) BKKBN Ary Dwikora Tono yang hadir bersama Ketua Tim Kerja Hubungan Antara Lembaga, Advokasi dan Kehumasan Perwakilan BKKBN DIY Rohdhiana Sumariati menyampaikan bahwa sesuai Instruksi Presiden angka stunting harus diturunkan serendah mungkin hingga mencapai angka 14% di akhir tahun 2024. BKKBN mendorong pencegahan stunting dilakukan mulai dari hulu, artinya dilakukan sejak dini, bahkan sejak sebelum pasangan menikah dengan memeriksakan kesehatan tiga bulan sebelumnya. Hal ini bertujuan agar saat menikah dan kemudian hamil, ibu dan bayi yang dikandung dalam kondisi kesehatan yang baik sehingga terhindar dari stunting. Selanjutnya pola makan dan pengasuhan harus diperhatikan, termasuk pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan.
Senada dengan Irtama, Ketua Tim Kerja Hubungan Antara Lembaga, Advokasi dan Kehumasan Perwakilan BKKBN DIY Rohdhiana Sumariati yang hadir mewakili Kepala Perwakilan BKKBN DIY mengatakan bahwa intervensi pencegahan stunting harus dimulai dari calon pengantin terutama bagi pengantin putri harus terhindar dari anemia dan langkahnya yang pertama harus rutin minum tablet penambah darah dimana HB jangan sampai kurang dari 11,5 dan lingkar lengan atas minimal 23,5 cm.
Selanjutnya ibu hamil selama dalam masa kehamilannya harus terpenuhi asupan gizi yang cukup dan seimbang serta periksa ke dokter minimal 6 kali untuk mendeteksi kondisi janin. Setelah melahirkan diharapkan segera menggunakan alkon untuk mencegah kehamilan dalam waktu dekat sehingga dalam satu keluarga tidak mengasuh dua anak balita dan supaya ibu bisa fokus mengurus anak balita tersebut.
Kegiatan Sosialisasi tersebut dihadiri oleh 200 peserta yang terdiri dari Tim Pendamping Keluarga (TPK), Kader Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP), Kelompok PIK remaja, Ibu hamil/menyusui, Pasangan Usia Subur, Calon Peserta KB dan Calon Pengantin.
Penulis Ahmad Afandi dan FX Danarto SY