SLEMAN – Di hadapan sekitar 200 generasi muda Nahdatul Ulama (NU) yang tergabung di Fatayat NU dan Gerakan Pemuda (GP) Anshor berikut Banser NU, Inspektur Utama (Irtama) BKKBN Ary Dwikora Tono mengajak para pemuda pemudi NU untuk turut mencegah stunting sejak dini. Sejak dini artinya sejak sebelum perkawinan dan kehamilan. Prinsipnya, mencegah stunting lebih mudah dari pada memulihkan anak yang sudah terlanjur stunting.
Hal ini disampaikan Ary pada Sosialisasi Dan Promosi Program Bangga Kencana Dan Percepatan Penurunan Stunting yang diselenggarakan di Rumah Aspirasi yang berada di Kapanewon Mlati, Sleman Jumat (26/01/2024).
Stunting terjadi karena asupan gizi yang kurang sehingga petumbuhan badan dan perkembangan intelektual anak terhambat. Kekurangan asupan gizi bisa terjadi tidak hanya setelah kelahiran, namun juga sebelumnya saat janin masih dalam kandungan. Bahkan kekurangan asupan gizi pada ibu sebelum dan saat hamil juga bisa menyebabkan anak terlahir stunting. Maka Ary mengajak kaum muda NU untuk memperhatikan kesehatan dan asupan gizi sebagai persiapan kehidupan berkeluarga nantinnya.
Ary yang didampingi Sekretaris Perwakilan BKKBN DIY Zainal Arifin dalam sosialisasi ini kembali menekankan bahwa pencegahan stunting harus dilakukan secara bersama- sama baik oleh calon pengantin, pasangan usia subur dan calon ibu maupun ibu hamil dan menyusui yang didukung oleh keluarga dan berbagai pihak. Ditambahkan Ary, ASI eksklusif harus diberikan selama 6 bulan penuh dan dilanjutkan dengan makanan pendamping ASI dan tetap diberikan ASI sampai usia 2 tahun.
Melanjutkan apa yang disampaikan Irtama, jika menjaga status gizi sebelum menikah sudah dilakukan, Zainal mengingatkan agar jangan sampai timbul kehamilan beresiko stunting dengan menghindari 4 Terlalu (4T).
“Jangan hamil terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering, dan terlalu dekat jaraknya,” pesan Zainal. Terlalu muda hamil sangat beresiko bagi perempuan karena pertumbuhan rahim dan panggul belum berkembang secara optimal. Ukuran tulang panggul calon ibu baru sempurna setelah usia 21 tahun. Selain itu jika hamil padahal masih dalam masa pertumbuhan, maka janin dalam kandungan akan “berebut” gizi dengan sang ibu. Ukuran panggul yang belum optimal juga meningkatkan resiko kematian bayi dan ibu karena perdarahan saat melahirkan.
Usia ideal hamil adalah di atas 21 tahun sampai 35 tahun karena pada kurun usia tersebut kondisi organ reproduksi wanita berada dalam keadaan optimal untuk mendukung pertumbuhan janin yang sehat. Terlalu tua saat hamil dapat menyebabkan bayi terlahir dengan kondisi yang tidak normal, disamping resiko kematian ibu dan anak yang meningkat. Terlalu dekat jarak kehamilan juga harus dihindari guna memberikan kesempatan organ reproduksi memulihkan kondisi seperti sebelum hamil. Jangan sampai mengasuh dua balita sekaligus.
Terlalu yang terakhir yang harus dihindari untuk mencegah stunting adalah sering hamil yang sama artinya dengan terlalu banyak anak. Artinya kondisi ibu dengan kehamilan yang sering akan meningkatkan resiko pada proses persalinan dan perdarahan saat persalinan. Selain itu dengan jumlah anak yang banyak akan meningkatkan resiko kurang maksimalnya tumbuh kembang anak secara optimal baik dari segi kesehatan, asupan gizi, dan juga pola asuh yang tidak bisa maksimal.
Panewu Mlati Arifin mewakili Pemerintah Kabupaten Sleman menyatakan apresiasi yang tinggi untuk BKKBN dan mitra kerjanya yang telah memberikan pencerahan kepada masyarakat terkait percepatan penurunan stunting. Jika ingin mencapai Generasi Emas di tahun 2045 yang bisa bersaing dengan yang lain maka harus dilakukan peningkatan kualitas SDM dengan cara merencanakan keluarga dan meningkatkan kesertaan berKB.
Penulis: Dewi Setyarum Mayasanti dan FX Danarto SY