YOGYAKARTA — Menyikapi bonus demografi dan komposisi penduduk yang cenderung menua sebagai ikutannya, Deputi Pengendalian Penduduk BKKBN, Dr. Bonivasius Prasetya Ichtiarto, S. Si, M. Eng. dalam bahasa sederhana mendorong kelompok usia produktif untuk rajin menabung agar menjadi kaya sebelum tua. Hal itu diungkapkannya saat menyampaikan materi pada Seminar Nasional dengan topik mengenai Bonus Demografi dan Care Economy di Siti Nurbaya Center Fakultas Geografi UGM Jumat, 12 Juli 2024.
“Agar nanti setelah tua sudah cukup punya investasi sehingga bisa membiayai hidupnya tanpa merepotkan anak atau pemerintah,” jelas Bonivasius. Bonus demografi merupakan kondisi saat jumlah kelompok usia produktif jauh lebih besar dari kelompok usia non produktif. Kondisi ini memungkinkan produktivitas nasional meningkat, dan dengan demikian perekonomian bertumbuh cepat.
Namun bonus demografi akan ada masa berakhirnya. Kelompok usia produktif yang lebih banyak dari usia anak dan lansia, yang menjadi motor peningkatan kesejahteraan pada akhirnya akan bergerak memasuki usia non produktif. Sementara jumlah kelompok di bawahnya yang akan menggantikan jumlahnya lebih sedikit. Jumlah usia produktif berikutnya yang lebih sedikit ini akan menanggung beban yang lebih berat, apalagi kemajuan bidang kesehatan menjadikan kelompok usia lanjut sebelumnya akan lama “bertahan” dan menjadi beban.
Kelompok usia lanjut yang merupakan eks-kelompok usia produktif ini bisa saja tidak menjadi beban apabila mereka telah menyiapkan masa lansia dengan menabung atau berinvestasi sehingga ketika memasuki usia lanjut tetap dapat membiayai kehidupannya sendiri. Bahkan bisa menggerakkan care economy atau sektor ekonomi berbasis pelayanan bagi lansia (atau anak yang kedua orang tuanya bekerja).
Ekonomi keperawatan atau care economy mengacu pada pekerjaan perawatan berbayar (paid care work) dan pekerjaan perawatan tidak berbayar (unpaid care work) yang disediakan oleh orang-orang sebagai bagian dari kelangsungan hidup manusia, kesejahteraan dan mereproduksi angkatan kerja. Istilah ini bahkan jarang diterjemahkan sebagai ekonomi keperawatan, karena istilah tersebut akan lebih banyak diasosiasikan ekonomi yang terkait dengan layanan keperawatan di rumah sakit.
Kepala Pusat Riset Kependudukan (PRK) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nawawi yang juga menjadi narasumber pada seminar nasional ini mengungkapkan bahwa care economy ini diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan pesat, terutama karena pertumbuhan penduduk lansia yang cepat dan meningkatnya usia harapan hidup.
Care economy di Indonesia terkait dengan kaum perempuan. Nawawi menyampaikan fakta bahwa mayoritas kaum perempuan (lebih dari tiga perempat) terlibat dalam pekerjaan tidak berbayar (unpaid works), dan dua pertiga dari pekerja keperawatan adalah perempuan. Sebanyak 40 persen perempuan meninggalkan dunia kerja dengan alasan utama karena pernikahan dan merawat anak dan orang tua mereka. Saat struktur penduduk mulai menua maka care economy makin meningkat dan dibutuhkan.
Sayangnya care economy ini belum mendapatkan perhatian serius dari pemerintah maupun dari masyarakat sendiri. Merawat orang tua dianggap sebagai kewajiban anak, dan mempekerjakan profesional dirasa seperti tidak menjalankan kewajiban. Apalagi membiarkan orang tua tinggal di panti jompo, bisa dianggap sebagai durhaka. Padahal care economy sudah semakin menjadi kebutuhan dan berpotensi sebagai penggerak perekonomian. Kondisi ini membuat kebanyakan pekerja care economy cenderung memiliki orientasi bekerja ke luar negeri, disamping juga penghargaan atas profesi ini masih rendah di dalam negeri.
Memberikan materi secara daring, Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan, Maliki Ph.D., menjabarkan empat aspek dasar untuk memperkuat Care Economy. Yang pertama adalah program Perlindungan Sosial yang mencakup pekerjaan keperawatan (caregiving work). Selanjutnya membangun ekosistem dan regulasi yang inklusif untuk kelompok penduduk yang membutuhkan
perawatan (caregiving). Dan yang terakhir adalah program dan regulasi yang mendukung peningkatan ketersediaan, produktivitas, penghargaan, dan perlindungan pekerja keperawatan.
Seminar nasional yang dibuka oleh Wakil Dekan Fakultas Geografi Dr. Dyah Rahmawati, S.Si., M.T., M.Sc dan dimoderatori oleh Profesor Sukamdi ini diselenggarakan secara hybrid atau luring dan daring. Peserta yang hadir di Siti Nurbaya Center sejumlah 30 orang lebih sebagian besar adalah mahasiswa S2 dan S3 Fakultas Geografi. Turut hadir menyertai Deputi Pengendalian Penduduk, Plt. Kepala Perwakilan BKKBN DIY Muhamad Iqbal Apriansyah beserta jajarannya.
Penulis : FX Danarto SY