BKKBN DIY Jawab Jurnalis Tentang Naiknya Stunting Dan Rencana Peringatan Harganas Di Kulon Progo

YOGYAKARTA—Dalam forum Temu Jurnalis yang diselenggarakan Perwakilan BKKBN DIY di resto Ingkung Grobog, Jalan Timoho Yogyakarta, Senin (15/07/2024), awak media gencar bertanya tentang program. Diawali dengan penjelasan rencana penyelenggaraan puncak peringatan hari keluarga nasional (Harganas) di Kulon Progo 19 – 20 Juli 2024, para jurnalis banyak bertanya tentang angka stunting yang naik dan antisipasi penurunan angka kelahiran di DIY.

 

Plt. Kepala Perwakilan BKKBN DIY Muhamad Iqbal Apriansyah menjelaskan rangkaian acara Peringatan Harganas yang dimulai dengan Pameran UMKM, UPPKA (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor), dan Desa Prima pada Jumat 19 Juli 2024 di alun-alun Wates. Pada hari yang sama, pada malam hari disuguhkan hiburan bagi masyarakat berupa penampilan Abah Kirum. Disamping menghibur, muatan program tentu akan disampaikan juga.

 

Sabtu 20 Juli dilaksanakan “Jalan Sehat Keluarga Bebas Stunting” yang diawali dengan senam bersama dan ditutup dengan pembagian doorprize menarik, berupa sepeda motor sebagai hadiah utama dan banyak hadiah lainnya. Keesokan harinya puncak acara peringatan akan berlangsung di Waduk Sermo, Kapanewon Kokap, tanggal 21 Juli. Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X direncanakan hadir bersama Ketua Umum Peringatan Harganas GKR Hemas. Kepala BKKBN RI dokter Hasto diagendakan hadir pada puncak acara di Waduk Sermo ini.

 

Sebanyak 25 awak media cetak, online, radio, dan televisi hadir pada forum ini. Saat dibuka dialog, awak media menanyakan tentang angka stunting DIY yang tahun 2023 mengalami kenaikan 1,6% dari tahun sebelumnya menjadi 18%, padahal upaya yang dilakukan sudah intensif dan anggaran yang diguyurkan untuk upaya penurunan stunting sangat besar. Bahkan Kulon Progo, tempat penyelenggaraan puncak peringatan, mengalami kenaikan angka stunting lima persen lebih.

 

“Angka stunting yang dipublish tersebut didapat melalui survei, bukan angka riil karena diambil menggunakan sampel,” demikian Iqbal mengawali penjelasannya. Angka 18% tersebut juga belum membedakan antara yang stunting dan stunted.

“Stunting itu gagal tumbuh kembang karena kekurangan gizi dalam waktu lama, sedangkan stunted itu pendek tetapi bukan stunting, bisa karena faktor keturunan,” tambah Iqbal.

 

Data stunting yang sebenarnya berdasarkan pengukuran yang dilakukan di seluruh posyandu dan dilaporkan serta tercatat secara online dan real time pada eppgbm (aplikasi elektronik Pelaporan dan Pencatatan Gizi Berbasis Masyarakat), bisa diakses lanagsung oleh masyarakat di https://sigiziterpadu.kemkes.go.id/ppgbm/index.php/Dashboard/stunting.

 

Dari dashboard eppgbm tersebut dapat diketahui bahwa dari 166.445 balita sasaran di DIY, sebanyak 166.175 balita atau 99,84% telah diukur. Balita yang stunting sebanyak 18.196 anak yang jika dbagi dengan jumlah balita terukur maka didapat angka stunting di DIY sebesar 10,9%. Angka stunting ini bisa menjadi pembanding atau mengkoreksi angka stunting berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia yang menyatakan stunting DIY sebesar 18%.

 

Awak media juga menyoroti tentang angka kelahiran (TFR/Total Fertility Rate) DIY yang termasuk terendah sebesar 1,8 padahal angka TFR ideal bagi kondisi penduduk tumbuh seimbang adalah 2,1. Angka ini menunjukkan bahwa rata-rata perempuan usia subur di DIY punya anak kurang dari dua. Terhadap hal ini Kepala BKKBN RI dokter Hasto dalam kesempatan berkunjung ke Yogyakarta beberapa waktu yang lalu mengharapkan rata-rata wanita usia subur yang berkeluarga dapat melahirkan minimal satu anak wanita. Ini merupakan harapan dan mengenai angka rata-rata, jadi bukan mewajibkan, imbuh Iqbal.

 

Dalam menjawab berbagai pertanyaan para awak media Kepala Perwakilan BKKBN DIY didampingi Ketua Tim Kerja Hubungan Antar Lembaga, Advokasi Dan Kehumasan Rohdhiana Sumariati dan Ketua Panitia internal Yuni Hastutiningsih.

Penulis : FX Danarto SY

Post Terkait