SLEMAN – Sebagai instansi pusat, jajaran BKKBN termasuk Perwakilan BKKBN DIY telah lebih dulu melaksanakan reformasi dengan mengalihkan sebagian besar pejabat struktural menjadi pejabat fungsional pada 2020, yang membawa konsekwensi penerapan sistem kerja yang baru. Sedangkan Pemerintah Daerah baru melaksanakannya belakangan. Pengalaman melaksanakan reformasi birokrasi ini dibagikan oleh Sekretaris Perwakilan BKKBN DIY Zainal Arifin kepada dinas pengampu kependdudukan dan KB Sleman dalam sebuah sarasehan yang dilaksanakan Kamis (27/04/2023) di Kantor Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Sleman.
Sarasehan ini diikuti seluruh eks pejabat struktural yang beralih ke jabatan fungsional.
Pengalihan seluruh jabatan struktural Eselon 3 dan 4 (kecuali Sekretaris Badan) pada 17 Juli 2020 tersebut menjadikan di Perwakilan BKKBN DIY hanya ada dua pejabat struktural, yaitu Kepala Perwakilan (Esolon 2) dan Sekretaris (Eselon 3). Kepala Bidang, Sub Bidang, dan Subbag semuanya beralih menduduki jabatan fungsional.
“Tentu saja pengalihan jabatan ini memerlukan mekanisme atau sistem kerja yang baru. Namun sistem tersebut tidak bisa diterapkan dengan tiba-tiba, sehingga diperlukan masa transisi yang sempat memunculkan istilah jabatan fungsional rasa struktural” demikian disampaikan Zainal Arifin. Sekretaris Perwakilan BKKBN itu menambahkan karena memang mekanisme kerjanya sedang dimatangkan oleh Kemenpan RB pada waktu itu sehingga seluruh ASN masih bekerja berdasarkan struktur dan sistem yang lama.
Dalam rangka penyederhanaan birokrasi, sesuai dengan amanat Peraturan Menteri PANRB Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Sistem Kerja Pada Instansi Pemerintah Untuk Penyederhanaan Birokrasi dan Keputusan Kepala BKKBN Nomor 297/KEP/B4/2022 Tentang Sistem Kerja Penyederhanaan Birokrasi di Lingkungan BKKBN maka dibentuklah Tim-tim Kerja di BKKBN DIY yang masing-masing dipimpin oleh seorang pejabat fungsional.Perampingan unit organisasi Jabatan Adminsitrasi pada Instansi Pemerintah ini dimaksudkan untuk mengurangi atau memangkas tingkatan birokrasi guna mewujudkan proses kerja yang efektif dan efisien, mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya manusia, teknologi informasi dan komunikasi yang berorientasi pada pencapaian tujuan, strategi, dan kinerja organisasi.
“Pembentukan Tim Kerja ini dilakukan dengan mempertimbangkan pengelompokan tugas (mandat) organisasi dan sruktur program dan anggaran (SPA) BKKBN DIY” jelas Zainal. Ditambahkannya Ketua Tim dipilih dari sumber daya manusia yang dipandang memiliki kompetensi yang disesuaikan dengan karakteristik pekerjaan masing-masing Tim Kerja.
‘Seseorang ASN fungsional dapat ditunjuk sebagai ketua tim dengan anggota yang mungkin lebih tinggi pangkatnya, itu tidak masalah dalam sistem kerja jabatan fungsional. Demikian pula ketua tim kerja A jika dibutuhkan dapat pula menjadi ketua tim kerja B sekaligus membantu tim kerja C sebagai anggota tim” tambah Zainal. Pembentukan tim-tim kerja tersebut cukup dilakukan dengan Surat Tugas oleh pimpinan unit kerja.
Pada intinya sistem kerja baru ini memberikan keleluasaan bagi Pimpinan Unit Kerja untuk menugaskan orang yang tepat pada tim kerja yang sesuai, tanpa harus mempertimbangkan banyak hal seperti pangkat dan senioritas. Sesuatu yang sulit dilakukan jika memakai struktur dan sistem kerja yang lama. Untuk merotasi Kepala Seksi ke Seksi yang lain atau promosi ke eselon lebih tinggi membutuhkan rapat Badan Pertimbangan Jabatan, kemudian baru diproses unit kepegawaian di pusat, koordinasi dengan Badan Kepegawaian Nasional untuk mendapatkan nota persetujuan, baru Kepala BKKBN bisa menerbitkan surat keputusan. Setelah itu juga harus ada pelantikan. Seluruh langkah tersebut kini disederhanakan cukup dengan keputusan atau penugasan pimpinan unit kerja.
Sementara itu Plt. Sekretaris DP3AP2KB Sri Budiyatiningsih menyampaikan bahwa saat ini dinasnya mengalami kekurangan personil terutama yang telah beralih ke jabatan fungsional, padahal idealnya tim kerja diketuai oleh pejabat fungsional yang berjenjang setidaknya Ahli Muda. Yang sudah beralih ke jabatan fungsional pun beberapa juga menjelang memasuki masa pensiun.
Menanggapi hal tersebut Zainal Arifin menyampaikan bahwa seorang pejabat fungsional dapat menjadi ketua pada lebih dari satu tim kerja. Penugasan secara individu dan/atau dalam tim kerja dapat melibatkan pejabat fungsional dan pelaksana yang berasal dari satu unit organisasi, lintas unit organisasi dan/atau lintas instansi pemerintah. Dengan demikian kekurangan SDM bisa dicukupi dengan melibatkan unit organisasi lain atau lintas instansi pemerintah. Jumlah tim kerja sebaiknya juga dibuat tidak terlalu banyak sesuai pengelompokan tugas pada DP3AP2KB.
Penilaian kinerja pejabat fungsional untuk kenaikan pangkat atau jenjang jabatan fungsional juga lebih disederhanakan, kini mulai tahun 2023 tidak lagi menyusun berkas usulan angka kredit yang bisa sangat banyak dokumen sebagai bukti fisik dan harus dikirimkan ke instansi pembina jabatan fungsional tersebut. Kini penilaian didasarkan pada pengisian visum berdasarkan kegiatan harian yang dilaksanakan sesuai Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) pada aplikasi E-Kinerja BKN.
“Jadi pejabat fungsional tidak perlu lagi menghabiskan banyak waktu untuk melakukan kegiatan administrasi dan pendokumentasian untuk mengajukan kenaikan pangkatnya. Cukup pengisi visum capaian hasil kerja dilengkapi bukti dokumentasi yang langsung diupload dari aplikasi kinerja.” pungkas Zainal. (DSY)