GUNUNGKIDUL — Apa pentingnya berKB sesegera mungkin setelah melahirkan? Merawat bayi yang baru lahir memang membutuhkan perhatian penuh Ibu dan Ayah. Apa jadinya bila belum tiga bulan sang Ibu sudah hamil lagi? Tentu kerepotan akan bertambah, dan bayi menjadi kurang terurus. Kualitas ASI menurun, dan bayi terancam kekurangan asupan gizi sehingga resiko stunting semakin besar. Di Kabupaten Gunungkidul, salah satu permasalahan utama yang ditemukan pada keluarga risiko stunting adalah rendahnya tingkat kesertaan berKB.
“Hal ini (kesertaan berKB) sangat penting untuk melindungi balita agar bisa dirawat sampai mandiri. Karena jika terjadi kelahiran yang terlalu dekat jaraknya maka balita menjadi beresiko stunting dikarenakan berkurangnya perhatian dan pengasuhan dari orang tua.” Pernyataan itu disampaikan Sujarwo, Kepala Organisasi Perangkat Daerah yang mengampu Kependudukan dan KB (OPD KB) Kabupaten Gunungkidul. Maka KB Pasca Persalinan (KBPP) atau penggunaan alat kontrasepsi segera/langsung setelah melahirkan perlu digalakkan.
Sujarwo mengangkat hal tersebut saat menyambut Plt. Kepala Perwakilan BKKBN DIY Mohamad Iqbal Apriansyah di Tempat Praktek Mandiri Bidan (TPMB) Sri Mulyani di Kapanewon Semanu, Jumat (02/08/2024). Kehadiran Iqbal tersebut dalam rangka melihat langsung kegiatan Pelayanan KBKR pada Pekan Pelayanan 100.000 Akseptor KBPP dalam rangka Hari Kependudukan Sedunia Tahun 2024 yang dilaksanakan di Kabupaten Gunungkidul.
Lebih lanjut Sujarwo menjelaskan bahwa terdapat tiga anggapan keliru dari para ibu yang habis melahirkan. Pertama, baru merasa perlu menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan jika telah mendapatkan menstruasi kembali. Terdapat sejumlah kasus ibu justru tidak segera mendapatkan menstruasi karena kembali hamil.
Ada juga ketakutan penggunaan alat kontrasepsi hormonal (implant dan pil) akan mengganggu kualitas dan kelancaran ASI. Ketakutan yang tidak perlu sebenarnya, karena kini telah tersedia Implant dan Pil KB yang dibuat khusus yang tidak mempengaruhi kualitas dan kelancaran ASI, disamping juga bisa menggunakan kontrasepsi non hormonal lainnya seperti Kondom atau IUD.
Banyak juga yang keliru menganggap pemasangan IUD langsung sehabis bersalin itu menyakitkan. Padahal kondisi rahim yang membuka pada saat melahirkan justru mempermudah jika langsung dilakukan pemasangan IUD. Hambatan lain dalam program KB Pasca Persalinan ini adalah karena di Gunungkidul baru sebagian dari ratusan tenaga medis yang ada yang memiliki sertifikat keahlian KBPP.
Menanggapi Sujarwo, Iqbal di hadapan para ibu pasca melahirkan yang hadir setelah mendapatkan sosialisasi saat itu untuk tidak ragu lagi segera menggunakan alat kontrasepsi, khususnya implant jenis satu batang dan mini pil yang tidak menggangu pemberian ASI, atau menggunakan kondom bagi bapak.
“KB Paska Persalinan ini merupakan salah satu upaya dalam program percepatan penurunan stunting,” tandas Iqbal. Bahkan sebetulnya, lanjutnya, KBPP merupakan upaya percepatan penurunan stunting yang paling awal, karena mencegah terjadinya kehamilan yang tidak dikendaki yang berisiko stunting. Iqbal menggunakan kesempatan ini untuk sekaligus mempromosikan implant satu batang yang lebih mudah pemasangannya dibanding jenis dua batang yang sebelumnya dipakai, serta tidak mempengaruhi ASI.
Data yang dirilis Dinas Kesehatan DIY memperlihatkan bahwa dari 35.205 ibu bersalin di tahun 2023, sampai dengan Juni 2024 baru 7.748 ibu yang berKB segera setelah bersalin. Daerah Istimewa Yogyakarta memperoleh target minimal 50% ibu bersalin (17.603 orang) mengikuti KBPP yang harus dipenuhi sampai akhir 2024 ini.
Pada pelayanan KBPP di praktek bidan Sri Mulyani ini, berhasil dilayani 49 ibu pasca bersalin, 7 diantaranya menggunakan kontrasepsi implant, 1 IUD, sedangkan sisanya menggunakan kondom dan pil progestin. Iqbal berharap pelayanan yang sama di tempat praktek bidan dan fasilitas kesehatan lainnya di seluruh DIY sampai akhir tahun nanti dapat mencapai lebih dari target yang telah ditetapkan.
penulis : FX Danarto SY