Oleh: Khoirul Sholeh
PENYEDERHANAN birokrasi menjadi agenda penting pemerintahan Presiden Jokowi periode ke-2. Hal tersebut tercermin dari pidato beliau dalam Sidang Paripurna MPR saat pelantikan Presiden dan Wapres tanggal 20 Oktober 2019 lalu. Dalam salah satu poin pidatonya, beliau menekankan pentingnya penyederhanaan birokrasi dengan memangkas eselonisasi menjadi 2 level. Arahan Presiden direspon cepat Kemenpan RB dengan mengeluarkan Peraturan Menteri PANRB Nomor 28 Tahun 2019 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke Dalam Jabatan Fungsional. Teknisnya, pejabat Administrator (eselon III) disetarakan menjadi fungsional ahli madya, Pengawas (eselon IV) menjadi ahli muda, dan Pelaksana yang menduduki eselon V menjadi ahli pertama, tanpa memandang pangkat/golongan. Kementerian/Lembaga kemudian beramai-ramai melantik pejabat fungsional baru hasil penyetaraan pada tahun 2021, bahkan beberapa sudah memulainya pertengahan tahun 2020.
Setelah dilantik, para pejabat fungsional tersebut diberikan tugas tambahan yang bersifat managerial. Mantan kepala bidang biasanya diberikan tugas selaku Koordinator Bidang dan mantan kepala Sub Bidang menjadi Sub Koordinator. Dalam prakteknya tugas tambahan ini lebih menyita waktu dibandingkan tugas selaku pejabat fungsional. Mereka bekerja sebagaimana pejabat struktural tetapi dituntut mengajukan angka kredit yang menjadi kewajiban pejabat fungsional. Sehingga kemudian muncul istilah fungsional rasa struktural. Padahal substansi kedua jabatan tersebut sangat berbeda. Struktural menekankan kemampuan managerial, sementara fungsional berbasis kompetensi. Mekanisme kerja fungsional rasa struktural seperti ini tentunya jauh dari harapan Presiden yang menghendaki kerja birokrasi lebih efektif dan efisien. Pemangkasan eselonisasi seperti tidak berdampak karena sistem kerja tetap saja kaku dan hierarkhis.
Tahap Ketiga Penyederhanaan Birokrasi
Setelah penyederhanaan struktur organisasi dan penyetaraan jabatan yang tidak membawa dampak signifikan terhadap pola kerja birokrasi, dimulailah tahap selanjutnya yaitu penyesuaian sistem kerja. Tahapan ini ditandai dengan terbitnya Permenpan RB No. 7 Tahun 2022 tentang Sistem Kerja Pada Instansi Pemerintah Untuk Penyederhanaan Birokrasi pada awal Februari 2022. Sebuah sistem kerja yang akan instrumen bagi ASN untuk melaksanakan tugas serta fungsinya. Penunjukan Koordinator Bidang dan Subkoordinator dalam sistem kerja baru ini tidak ada lagi. Pemerintah beranggapan bahwa masa transisi dianggap cukup sehingga K/L harus melakukan perubahan.
Melalui sistem kerja baru ini diharapkan ada transformasi dari traditional organization menuju agile organization. Jika organisasi tradisonal berpijak pada struktur yang kaku, top down dan hierakhis, organisasi agile bersifat dinamis, mengedepankan kerja kolaboratif, dan didukung pengimplementasian teknologi informasi secara masif. Dalam struktur organisasi tradisional, pimpinan instansi berada pada puncak piramida dengan di bawahnya adalah para pelaksana kebijakan yang tersegmentasi berdasar divisi-divisi. Sementara dalam organisasi agile pimpinan berada di pusat lingkaran, dikelilingi individu maupun tim kerja yang mengedepankan profesionalisme, kompetensi, dan kolaborasi.
Perubahan ke arah sistem kerja baru memang bukan hal yang mudah sehingga sampai tahun anggaran 2022 berakhir sebagian besar K/L belum mengadopsi sistem kerja baru. Banyak instrumen perlu dipersiapkan seperti penataan SDM, tata kelola keuangan, maupun tata laksana lainnya. Tidak kalah penting adalah penyesuaian mindset para ASN itu sendiri yang sudah bertahun-tahun bekerja secara hierarkhis dan kaku. Dalam sistem kerja baru ini pimpinan instansi dituntut benar-benar memahami karakteristik serta potensi SDM yang dimiliki unit kerjanya. Pemahaman yang komprehensif menjadi modal dasar untuk membentuk tim kerja yang sesuai sehingga target yang ditetapkan bisa tercapai, dan selanjutnya melakukan evaluasi kinerja terhadap ketua dan angggota tim yang terdiri dari pejabat fungsional serta pelaksana.
Memasuki tahun 2023 ini kita menunggu terobosan pimpinan K/L serta unit kerja di bawahnya untuk menerapakan sistem kerja baru tersebut. Sebuah sistem yang tentunya lebih sesuai dengan para ASN yang ke depan akan banyak diisi generasi milenial, yang melek teknologi informasi, menyukai fleksibilitas serta hubungan kerja yang egaliter. Dan jauh lebih penting dari semua itu, apapun bentuk perubahan dalam birokrasi semestinya membawa dampak positif yang dirasakan oleh masyarakat.
~Yogyakarta, Januari 2023~