Oleh: Marya Yenita Sitohang
Pusat Riset Kependudukan BRIN
Usia lanjut seringkali diasosiasikan dengan akhir hidup dan persiapan menuju kematian. Stereotip masa tua ini sering ditunjukkan dengan dominasi kehadiran lansia di beberapa tempat ibadah atau ritual keagamaan, kegiatan yang dianggap berorientasi pada dunia akhirat. Asosiasi antara lansia dan kebutuhan spiritual ini tidak hanya muncul dari stereotip masyarakat semata, melainkan telah dianalisis oleh para akademisi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa perubahan kondisi fisik dan sosial yang dialami saat berusia lanjut membuat lansia lebih rentan mengalami kecemasan, kesedihan, dan perasaan tidak berdaya. Selain itu, kesadaran bahwa lansia sedang mengalami masa akhir hidup memunculkan reaksi emosional terhadap kematian dan kekhawatiran pada anggota keluarga yang akan ditinggalkan. Kondisi-kondisi ini membuat pemenuhan kebutuhan spiritual sangat penting pada kelompok penduduk ini.
Spiritual memiliki makna yang lebih luas dari sekadar ritual keagamaan. Menurut beberapa pakar, spiritual berkaitan dengan hubungan multidimensi yang harmonis antara manusia, alam, dan Tuhannya yang dapat memberi kekuatan kepada seseorang ketika menghadapi tekanan emosional, penyakit fisik, dan kematian. Bagi para lansia khususnya, pemenuhan kebutuhan spiritual sangat diperlukan untuk membantu lansia memaknai hidupnya, memberi ketenangan, memberi kekuatan dan optimisme dalam menghadapi masalah kehidupan, menuntun kehidupan lansia, serta tidak merasa cemas dan siap dalam menghadapi kematian.
Membawa kebutuhan privat pada ranah publik
Memenuhi kebutuhan spiritual bisa jadi terdengar seperti ranah privasi yang tidak perlu intervensi dari pihak luar. Lansia bisa saja melakukan ritual keagamaan atau kegiatan pemenuhan spiritual lainnya sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya masing-masing, tanpa mengandalkan gerakan kolektif di masyarakat atau organisasi tertentu. Namun ternyata, penelitian yang dilakukan oleh Pusat Riset Kependudukan BRIN di daerah pedesaan di Pulau Jawa, menunjukkan bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual lansia dapat dilakukan secara kolektif di masyarakat. Meskipun kegiatan yang diadakan masih terbatas pada ritual keagamaan, kegiatan tersebut menjadi wadah perkumpulan sesama lansia, mencerminkan konsep dan nilai budaya guyub rukun, serta hubungan sosial yang baik di masyarakat.
Kegiatan yang diadakan secara kolektif di masyarakat ini mencakup kegiatan ibadah, pengajian, penyuluhan rohani oleh Kantor Urusan Agama serta belajar membaca al-quran karena banyak lansia yang belum memiliki kemampuan tersebut. Kegiatan berkumpul secara berkala tersebut berdampak pada eksistensi lansia dan perasaan senang karena dapat berinteraksi dengan sesamanya serta orang lain di luar lingkungannya. Kegiatan pemenuhan kebutuhan spiritual lansia ini juga dilakukan bersama dengan kegiatan lainnya yang berkaitan dengan kesehatan fisik maupun ekonomi lansia, membuat lansia merasa berdaya dan lebih tenang menjalani hidupnya.
Antusiasme lansia, dedikasi masyarakat, peran swasta
Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa lansia memiliki antusiasme yang tinggi pada kegiatan-kegiatan pemenuhan kebutuhan spiritual yang diadakan di masyarakat, mengusahakan untuk selalu hadir bila tidak ada masalah kesehatan yang berarti. Di lain pihak, pengurus kegiatan juga sangat berdedikasi dalam melayani kebutuhan lansia di daerahnya. Mereka menyadari bahwa jumlah lansia di daerah mereka semakin banyak, dengan kondisi yang beragam, termasuk ditinggal merantau oleh anak-anak lansia dan rentan untuk mengalami kecemasan yang berujung pada gantung diri.
Dukungan dari pemerintah akan sangat bermanfaat untuk keberlanjutan kegiatan pemenuhan kebutuhan spiritual ini di masyarakat. Namun untuk saat ini, dana operasional dan pendampingan kegiatan baru dilakukan oleh pihak swasta. Pemberian dana ini tidak dapat dipastikan keberlanjutannya karena berkaitan erat dengan ketertarikan dan kepentingan yang dimiliki pihak donor tersebut. Komitmen untuk mendukung pelaksanaan pemenuhan kebutuhan spiritual lansia di masyarakat sangat diharapkan dari pemerintah, khususnya pada daerah dengan proporsi penduduk usia lanjut yang cukup tinggi agar kegiatan pemenuhan kebutuhan spiritual lansia ini dapat berlangsung secara berkelanjutan.
Saatnya negara berperan dalam pemenuhan kebutuhan spiritual lansia
Pemerintah memiliki peluang untuk mendukung pelaksanaan pemenuhan kebutuhan spiritual lansia yang sudah ada di masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan menambah jangkauan dukungan pada kelompok lansia, yang umumnya bersifat individu dan fokus pada aspek ekonomi, pangan dan kesehatan. Beberapa inisiatif dari pemerintah pusat yang telah dilaksanakan di tingkat daerah untuk menyejahterakan lansia Indonesia, yaitu memberikan perlindungan sosial berupa penyaluran bantuan uang tunai dan pangan, bina keluarga lansia, jaminan kesehatan, serta program kesehatan berupa pemeriksaan kesehatan secara rutin dan perawatan jangka panjang lansia yang sudah tidak berdaya (bed-ridden). Selain itu, sebagai provinsi dengan proporsi lansia tertinggi di Indonesia, pemerintah daerah DI Yogyakarta berinisiatif untuk memberikan perlindungan sosial seumur hidup pada lansia miskin, terlantar, dan tidak berdaya di provinsi tersebut. Namun demikian, program dan bantuan yang ada masih berfokus menyasar lansia secara individu, belum mendukung gerakan masyarakat yang membantu memenuhi kebutuhan spiritual lansia.
Menyediakan layanan pemenuhan kebutuhan spiritual lansia menjadi penting untuk mendukung lansia menjalani kehidupannya dan menyongsong kematian dengan baik. Aspek pemenuhan kebutuhan spiritual lansia sudah mulai diisi oleh pergerakan swadaya masyarakat melalui dukungan berbagai pihak. Kegiatan yang dilaksanakan masih mencakup kegiatan keagamaan, namun memberi ruang bagi lansia untuk beribadah, berinteraksi dengan sesamanya, dan merasa bahagia karena diperhatikan berbagai pihak. Hal ini memberikan ketenangan lansia dalam menjalani hidup dan memberi variasi dalam rutinitasnya. Dampak baik dari layanan pemenuhan kebutuhan spiritual lansia di masyarakat ini perlu dukungan pemerintah melalui komitmen untuk mengalokasikan pendanaan, penyediaan tenaga ahli di bidang kesehatan mental, kolaborasi antara pemangku kepentingan, serta pendampingan agar kegiatan pemenuhan kebutuhan lansia ini dapat berlangsung secara berkelanjutan dan tidak bergantung pada pihak swasta.