SLEMAN – Perwakilan BKKBN DIY melaksanakan kegiatan Promosi dan Kie Program Percepatan Penurunan Stunting bekerja sama dengan Komisi IX DPR RI H Sukamto. Kegiatan yang berlangsung di Balai Aspirasi Sleman, Sabtu (3/2/2025) ini dihadiri oleh 200 orang peserta yang terdiri dari kader kelompok kegiatan, Tim Pendamping Keluarga, kader Institusi Masyarakat Pedesaan, Kelompok PIK Remaja, Ibu Hamil/menyusui, PUS, Remaja, Calon Peserta KB dan Calon Pengantin.
Stunting, sebagai gangguan pertumbuhan pada anak akibat kekurangan gizi kronis, terutama terjadi dalam 1000 hari pertama kehidupan atau sejak pembuahan sampai anak berusia dua tahun. Tidak hanya mempengaruhi postur tubuh yang pendek, stunting juga berdampak buruk pada perkembangan kecerdasan dan aspek kejiwaan anak. Dalam usaha pencegahan dan penanggulangan stunting, BKKBN mengambil berperan dalam menyampaikan informasi, edukasi, dan komunikasi kepada masyarakat.
Dalam forum ini Andi Ritamariani, M.Pd, Kepala Perwakilan BKKBN DIY, menekankan urgensi penurunan angka stunting di Indonesia, khususnya Yogyakarta, dengan target prevalensi stunting nasional 14% di tahun 2024. Stunting bukan hanya masalah kesehatan, tetapi juga menghambat perkembangan sumber daya manusia dan produktivitas bangsa. Ritamariani menambahkan bahwa 70% dampak stunting dapat diatasi melalui pendekatan sensitif, sehingga stunting tidak dapat diatasi oleh BKKBN saja. Pihaknya mendorong kolaborasi lintas sektor dan perhatian serius dari pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta untuk mencapai target penurunan angka stunting dan mewujudkan generasi emas yang sehat.
Pentingnya intervensi dalam mengatasi stunting tidak hanya terfokus pada balita yang mengalami stunting, tetapi juga melibatkan keluarganya. Sebagai upaya yang bersifat pencegahan, pendekatan intervensi mencakup aspek spesifik dan sensitif dalam bidang kesehatan. Sebanyak 70% dampak stunting dapat diatasi melalui pendekatan sensitif, mencakup aspek penting seperti akses air bersih dan kondisi rumah yang layak huni.
Pendekatan intervensi lainnya mencakup perhatian pada calon pengantin, yang menjadi sasaran utama dalam mendukung percepatan penurunan stunting. Dalam pandangan ini, pentingnya pemeriksaan kesehatan sebelum menikah menjadi langkah awal yang krusial. Calon pengantin perlu memastikan kondisi kesehatan mereka, termasuk aspek gizi dan masalah anemia. Tim pendamping keluarga, yang terdiri dari bidan, kader TPK, dan kader KB, akan melakukan pendampingan untuk memastikan kesiapan calon pengantin dalam memulai keluarga sehat dan berkualitas.
Selanjutnya, intervensi juga dilakukan pada ibu hamil, dengan memantau perkembangan janin melalui serangkaian pemeriksaan rutin. Fokusnya adalah pada 1000 hari pertama kehidupan, di mana asupan gizi yang cukup menjadi kunci dalam mencegah stunting. Ritamariani berharap agar pasangan usia subur menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan dan memberikan bayi asupan ASI Esklusif selama 2 tahun, hal tersebut memberikan manfaat optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Sejalan dengan Intervensi yang dijelaskan Ritamariani, Kepala DP3AP2KB Kabupaten Sleman, Wildan Solichin SIP, MT menyampaikan DP3AP2KB Kabupaten Sleman melakukan pemantauan dan evaluasi di 17 kecamatan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi stunting. Menariknya, Wildan menunjukkan bahwa perokok dalam keluarga memiliki dampak dominan terhadap stunting, mencapai 60% pada tahun 2023. Meskipun Wildan tidak dapat melarang orang untuk berhenti merokok, dirinya mendorong agar mereka yang merokok bertanggung jawab dan tidak merokok di dekat orang yang tidak merokok, terutama dalam rumah dan jika ada ibu hamil atau bayi baru lahir.
Wildan juga memberikan himbauan khusus bagi orang tua yang akan menikahkan putra-putrinya, terutama putri. Mereka disarankan untuk mendaftar kursus calon pengantin paling tidak 3 bulan sebelum pernikahan, baik di KUA bagi yang beragama Islam maupun di gereja bagi yang Kristiani. Tujuannya adalah memberikan pemahaman tentang pernikahan kepada Calon pengantin yang nantinya akan menjadi Orang tua.
Wildan juga menekankan pentingnya memberikan asupan gizi yang baik pada anak-anak, dengan anjuran mengonsumsi makanan berpotensi tinggi gizi seperti tahu tempe dan mendorong kegemaran anak-anak dalam mengonsumsi sayur. Data menunjukkan 95% anak yang mengalami stunting tidak berasal dari keluarga miskin. Jadi stunting tidak identik dengan kemiskinan namun lebih dikarenakan lifestyle keluarga dan pola makan.
Sebelum penutupan acara oleh H. Sukamto, SH, anggota Komisi IX DPR RI, menekankan pentingnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah dan lingkungan. Sukamto menyoroti bahwa PHBS menjadi faktor penyebab stunting, Sukamto menghimbau untuk menjaga nutrisi anak dan balita. Dengan fokus pada upaya tersebut, diharapkan akan tercipta kondisi lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan optimal bagi anak-anak Indonesia.
Turut hadir Panewu (Camat) Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman, Drs. Arifin M.laws dan Danramil Kecamatan Mlati.
Penulis : Ratnajulie
Editor : FX Danarto SY