Edukasi Kesehatan Reproduksi Remaja Inklusif, BKKBN Kenalkan Modul “Tentang Kita” Bagi Disabilitas Tuli

BANTUL—Remaja penyandang disabilitas, termasuk disabilitas tuli, seringkali mengalami kesulitan mengakses informasi terkait kesehatan reproduksi. Akibatnya mereka rentan mengalami miskonsepsi seputar tubuh dan batasan-batasan perlakuan yang selayaknya terhadap seksualitas mereka. Kondisi ini menjadikan remaja penyandang disabilitas tuli rentan mengalami kasus pelecehan seksual yang memanfaatkan kelemahan komunikasi mereka. Pelaku memanfaatkan ketidakmampuan korban untuk memahami situasi berbahaya dan menolak perlakuan tidak pantas.

Berkaitan dengan hal tersebut, Perwakilan BKKBN Daerah Istimewa Yogyakarta menyelenggarakan Workshop Edukasi Kesehatan Reproduksi, Gizi, dan Perencanaan Masa Depan bagi Remaja Tuli pada Kamis, 11 Desember 2025 di SLB Negeri 1 Bantul. Kegiatan ini merupakan langkah strategis dalam memperluas akses pendidikan kesehatan reproduksi yang ramah disabilitas, khususnya bagi remaja tuli. Workshop didukung oleh Forum Genre DIY yang turut terlibat sebagai fasilitator.

Komitmen Kemendukbangga/BKKBN untuk Pendidikan Inklusif

Sekretaris Perwakilan BKKBN DIY, Rhohdiana Sumariati, S.Sos., M.Sc, dalam sambutannya menegaskan bahwa pemenuhan hak informasi bagi remaja, termasuk remaja tuli, adalah bagian penting dari pembangunan keluarga dan kesehatan remaja.

“Setiap remaja tidak terkecuali yang menyandang disabilitas berhak memperoleh informasi yang benar, mudah dipahami, dan sesuai kebutuhan mereka. Dengan modul inklusif ini, kami berharap tidak ada lagi remaja yang tertinggal dalam hal pengetahuan kesehatan reproduksi,” tegas Rohdhiana.

Workshop ini juga mengenalkan “Modul Tentang Kita Inklusif” yang dapat digunakan secara berkelanjutan oleh sekolah, komunitas disabilitas, dan pendamping remaja, sebagai instrumen pembelajaran yang mudah diakses dan relevan. Modul ini diharapkan menjadi sarana yang efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan pemahaman remaja tuli tentang kesehatan reproduksi. Dengan demikian mereka dapat menjaga kesehatan reproduksi sekaligus terhindar dari risiko permasalahan yang timbul dari ketidaktahuan tentang tubuh mereka sendiri.

Pembelajaran Inklusif dengan Dukungan Bahasa Isyarat

Selama sesi implementasi modul, peserta diajak memahami kesehatan reproduksi remaja, mengenali emosi, serta berdiskusi mengenai relasi sehat dan kehidupan remaja. Proses penyampaian materi didukung penuh oleh Inna Trimawati, S.Pd, Guru SLB Negeri 1 Bantul yang sekaligus sebagai penerjemah dengan bahasa isyarat.

“Kegiatan ini sangat penting karena anak-anak tuli seringkali tidak mendapatkan informasi kespro yang lengkap. Namun tetap harus dengan hati-hati supaya tidak salah persepsi. Mereka sangat antusias dengan pembelajaran ini,” ujar Inna. Untuk memperkenalkan kesehatan reproduksi kepada murid-murid pihak SLB melakukannya dengan alat peraga.

“Anak-anak tuli harus diajarkan dengan kenyataannya langsung, apa yang dia lihat itulah yang ditangkap. Oleh karenanya tetap harus jelas (menggunakan alat peraga), takutnya kalau secara vulgar ia malah meniru yang salah.” Tambah Inna, yang telah menjadi penerjemah bahasa isyarat selama 33 tahun ini.

Antusiasme Peserta: “Saya Senang Bisa Belajar Banyak”

Salah satu peserta, Ratih, menyampaikan kesannya dengan bahasa isyarat. Ia mengungkapkan rasa senangnya dapat mengikuti workshop ini karena materi disampaikan secara visual dan mudah dipahami. Dengan senyum lebar, Ratih menyampaikan melalui gerakan tangannya.

“Saya senang sekali ikut kegiatan ini. Saya jadi tahu banyak tentang kesehatan reproduksi remaja dan bagaimana menjaga tubuh saya. Penyampaiannya jelas, dan saya bisa mengikuti semuanya dengan baik.” Pernyataan Ratih mencerminkan meningkatnya partisipasi aktif remaja tuli ketika diberikan ruang belajar yang inklusif dan aksesibel, sebagaimana menjadi tujuan workshop ini.

Workshop diikuti oleh 75 peserta, terdiri dari siswa tunarungu tingkat SMP dan SMA, guru pendamping, fasilitator dari Genre DIY, serta perwakilan OPD terkait. SLB Negeri 1 Bantul menerima siswa dari berbagai kategori disabilitas: tunanetra, tunarungu/wicara, tunagrahita (intelektual), tunadaksa (fisik), serta autisme. Sekolah ini tampak dirancang sebagai “SLB komprehensif” yang melayani beragam kebutuhan khusus. (*)

Penulis : Christin AA dan FX Danarto SY

Post Terkait