YOGYAKARTA—Ungkapan “Banyak anak banyak rejeki” agaknya perlu direvisi menjadi “Banyak anak banyak rejeki yang harus dicari” agar jumbuh dengan program-program Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN. Hal tersebut diungkapkan Kepala Perwakilan BKKBN DIY Mohamad Iqbal Apriansyah di depan sekitar 50 orang Majelis Taklim di Hotel Pandanaran di kawasan Prawirotaman Yogyakarta, Kamis (21/08/2025).
Kepala Perwakilan BKKBN DIY menjadi salah satu pembicara pada kegiatan “Penguatan Pokja Majelis Taklim” yang diselenggarakan oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta. Iqbal membawakan materi Strategi Membangun Ketahanan Keluarga. Selain Iqbal, Kanwil Kemenag DIY juga menghadirkan pembicara dari Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) serta dari Pengadilan Tinggi Agama DIY.
Selain menjelaskan banyak anak yang banyak membawa konsekwensi ekonomi, pengasuhan, dan pendidikan anak, Iqbal juga menyampaikan tentang upaya Kemendukbangga/BKKBN dalam menurunkan angka pernikahan dini. Menurut UU Nomor 16 Tahun 2019 yang merupakan perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pernikahan hanya diizinkan jika kedua calon mempelai telah berusia minimal 19 tahun. Jika belum 19 tahun maka untuk menikah harus ada Surat Dispensasi yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama atau Pengadilan Negeri.
Aplikasi Dataku yang dikelola Bapperida DIY menunjukkan bahwa selama tahun 2024 terdapat 372 perempuan yang menikah di usia kurang dari 19 tahun, sedang pada laki-laki terdapat 137 orang.
“Yang terbanyak (perkawinan dini) ada di Kabupaten Gunungkidul dan Sleman” ujar Iqbal. “Beberapa waktu lalu saya bertemu sejumlah Panewu (Camat) dan KUA yang menyampaikan harapan agar angka pernikahan dini bisa diturunkan dan jangan terlalu banyak dispensasi nikah,” tambahnya. Para Panewu mengkonfirmasi berdasarkan kondisi di wilayah bahwa pernikahan dini berkorelasi dengan ketidakharmonisan rumah tangga yang berujung pada cekcok, KDRT, dan perceraian.
Tidak ketinggalan Iqbal menjelaskan konsekwensi yang timbul atas diperkuatnya kelembagaan BKKBN menjadi Kementerian dalam Kabinet Presiden Prabowo. Menyikapi penguatan kelembagaan tersebut Kemendukbangga meluncurkan 5 Quick Wins atau program unggulan dan strategis. Yang pertama adalah GENTING atau Gerakan Orangtua Asuh Cegah Stunting yang merupakan upaya bersama untuk menurunkan angka stunting melalui gotong royong seluruh eleman masyarakat.
Quick win selanjutnya adalah TAMSYA atau Taman Asuh Sayang Anak, yang berupaya memastikan anak yang kedua orang tuanya bekerja mendapatkan pengasuhan yang terbaik. Berikutnya GATI, Gerakan Ayah Teladan Indonesia yang bertujuan mendorong Ayah untuk lebih terlibat dalam pengasuhan anak. Bagi Lansia juga ada program Lansia Berdaya (SIDAYA), dan terakhir Super Apps tentang Keluarga, memanfaatkan akal imitasi (AI) sebagai sarana edukasi tentang keluarga kepada masyarakat.
Peserta yang seluruhnya adalah pengelola Majelis Taklim antusias menyimak penjelasan Iqbal, terbukti dari banyaknya pertanyaan yang disampaikan saat diskusi. Majelis Taklim berasal dari bahasa Arab, kata “majelis” berarti orang yang duduk, pertemuan atau perhimpunan, dan “taklim” berarti pengajaran atau pendidikan. Majelis Taklim merupakan suatu bentuk kegiatan di kalangan masyarakat Muslim di Indonesia, yang berfungsi sebagai tempat untuk belajar, berdiskusi, dan memperdalam ilmu agama Islam secara rutin, informal dan bersifat mandiri. Majelis Taklim memiliki peran strategis dalam masyarakat sebagai sarana pendidikan keagamaan nonformal.
Penulis : FX Danarto SY