Direkrut BKKBN, Ribuan Bidan Jadi Pahlawan Cegah Stunting Serta Dapatkan Angka Kredit Profesi

YOGYAKARTA — Sejak awal tahun 2023, BKKBN secara serentak melalui seluruh Perwakilan BKKBN Provinsi telah melalukan orientasi kepada lebih dari 500 ribu anggota Tim Pendamping Keluarga (TPK) dari target 600.000 orang, sepertiganya adalah bidan. TPK merupakan sekelompok relawan pendamping yang terdiri dari Bidan, Kader Tim Penggerak PKK dan Kader KB yang melaksanakan pendampingan kepada Calon Pengantin/Calon Pasangan Usia Subur, keluarga yang memiliki ibu hamil, ibu pascapersalinan, dan anak usia dibawah 5 tahun (balita) yang meliputi penyuluhan, fasilitasi pelayanan rujukan, fasilitasi penerimaan program bantuan sosial serta surveilans untuk mendeteksi dini faktor risiko stunting.

Dalam upaya meningkatkan kualitas pendampingan keluarga untuk pencegahan stunting tersebut, BKKBN untuk kesekian kalinya menggelar Kelas TPK Hebat (Tim Pendamping Keluarga yang Handal, berEmpati, dan bersahaBAT) Seri IV Tahun 2024, Rabu (16/10/2024). Acara yang diadakan secara luring di Hotel Best Western Jakarta, serta melalui daring melalui kanal YouTube BKKBN Official ini mengangkat tema “Cegah Baduta/Balita Stunting!”.

Dengan berpartisipasi sebagai anggota TPK, para bidan dan para kader tersebut patut disematkan predikat sebagai “Pahlawan Cegah Stunting”. BKKBN mencatat sebanyak 1,8 juta bayi di bawah dua tahun (baduta) di Indonesia mendapat pendampingan dari tim pendamping keluarga (TPK) pada periode Januari hingga 8 September 2024. Direktur Bina Keluarga Balita dan Anak BKKBN, Irma Ardiana mengatakan jumlah tersebut yang didasarkan dari data aplikasi Elektronik Siap Nikah dan Hamil (Elsimil)

Dari hasil pendampingan baduta pada aplikasi Elsimil BKKBN, didapatkan data sebanyak 54,03 persen baduta usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI eksklusif. Selain itu, data juga menunjukkan bahwa 56,45 persen ibu hamil berada dalam kondisi “4 terlalu” yang berarti terlalu muda melahirkan, terlalu tua melahirkan, terlalu banyak anak, dan terlalu dekat jarak kelahiran.

Sebagaimana diungkapkan Kepala Perwakilan BKKBN DIY Mohamad Iqbal Apriansyah SH, MPH di ruang kerjanya, BKKBN tidak bisa memberikan imbalan ataupun penghargaan secara material yang memadai bagi para bidan tersebut, karena pada dasarnya tugas TPK adalah tugas sukarela dan pengabdian.

Namun para bidan dapat memperoleh angka kredit profesi dengan keterlibatannya dalam TPK ini, yang merupakan angka kredit kategori Pengabdian Kepada Masyarakat. Angka kredit ini dibutuhkan bidan sebagai pembuktian karya yang akan meningkatkan jenjang jabatan dan pengembangan karir bidan sebagai jabatan fungsional.

Selain itu dengan mengikuti series Webinar ini para bidan juga dapat memperoleh angka kredit dalam kategori pengembangan profesi. Sebagaimana dikutip dari laman Learning Management System (LMS) Kementerian Kesehatan, dengan mengikuti Webinar 1 seri secara daring yang berlangsung selama 2 jam pelajaran bidan akan memperoleh 1 Satuan Kredit Profesi (SKP). Selain 4 seri webinar yang telah dilaksanakan juga akan disusul sejumlah seri webinar lagi.

Membuka kegiatan Webinar Series 4 ini, Deputi bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN, Nopian Andusti, SE, MT, menyampaikan apresiasi yang tulus kepada seluruh pihak yang berkontribusi dalam percepatan penurunan stunting di Indonesia.

Ia menjelaskan, menggunakan metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning/PBL), Program Kelas TPK Hebat menjadi wadah bagi Tim Pendamping Keluarga untuk melihat dan mengamati lebih jeli permasalahan yang dihadapi di lapangan. Harapannya, hal tersebut dapat menjadikan TPK bisa mengatasi permasalahan dan mengurangi risiko terjadinya stunting.

Nopian berterima kasih pada Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada (RSA UGM) yang telah berkomitmen dalam penyusunan soal kasus PBL, serta memfasilitasi webinar ini dalam platform Learning Management System (LMS) Plataransehat Kementerian Kesehatan.

• Pakar Beri Panduan dan Rekomendasi

Para pakar yang hadir dalam Kelas TPK Hebat memberikan umpan balik dan rekomendasi untuk memperkaya strategi TPK dalam menangani kasus. Pertama, dr. M. Gilang Edi, BMedSci, menyoroti pentingnya pemantauan pada bayi prematur. Ia pun lalu menjelaskan cara pengukuran usia koreksi.

Dokter Gilang juga menitikberatkan pada masalah hipotiroid. “Ini sebenarnya salah satu program pemerintah, screening hipotiroid perlu dilakukan, tujuannya untuk diobati. Karena ini mengganggu pertumbuhan terutama otak, ini bahaya. Tanpa melihat berat dan tinggi badan pun ini sudah ‘red flag’ untuk dirujuk,” tegasnya.

Ia merekomendasikan agar TPK terus meningkatkan bantuan aktif, baru setelah itu edukasi. “Dari sudut pandang kita penanganan pertama adalah merujuk, baru setelah itu dibina keluarganya dengan edukasi soal gizi anak yang baik,” kata dr. Gilang.

Salah satu penyusun soal PBL dari RSA UGM, dr. Ristantio, M.Kes, Sp.A, mengatakan bahwa pihaknya memilih kasus anak AR ini karena sangat kompleks. Sebagaimana diketahui di Desa Kupahandap, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang, ditemukan kasus anak berinisial AR, baduta usia 10 bulan yang bermasalah sejak dalam kandungan, di mana ibunya saat mengandung mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK) sehingga melahirkan bayi prematur dan terkonfirmasi stunting.

“Kami berusaha menarik benang merahnya, di mana teman-teman bisa mencegah kasus stunting terjadi. Kasus ini benar-benar terjadi, cuma untuk masalah medisnya tidak terlalu kami sampaikan. Namun pasien ini sudah ditangani dengan sangat baik di rumah sakit,” jelasnya.

Sementara itu, Ancelma Rayi Sari Pranasti, S.Gz, pakar gizi RSA UGM, menggarisbawahi bahwa dalam studi kasus yang pertama dilihat adalah data sasaran gizi.

“Dilihat dari kehamilan ibunya yang terlalu muda 16 tahun, artinya satu risiko stunting sudah tercentang ya, apalagi ada anemia dan KEK,” jelasnya. Ia pun menjelaskan secara lengkap tata laksana dari sisi pengentasan masalah gizi.*

 

penulis : FX Danarto SY / Fitri Aminatul Azizah

 

Post Terkait